TANGISAN SEORANG CEWEK CANTIK DIATAS TULANG PELULANG NAMANYA ( KWELEB/ CENDERAWASIH )

TANGISAN SEORANG CEWEK CANTIK DIATAS TULANG PELULANG NAMANYA ( KWELEB/ CENDERAWASIH )
SEORANG CEWEK CANTIK DUDUK MENANGIS KARENA KEHILANGAN ORANG , KELUARGA / TEMAN KESAYANGANYA HILANG PAKSA OLEH ORANG2 BIADAB YANG TIDAK BERMORAL YANG DATANG MENYISIR PAKSA & HILANGKAN NYAWA , KARENA BERBICARA KEBENARAN , SUNGGUH SANGAT GUSAR PERBUATANYA , KEBUNNYA DIRUSAK , HONAINYA DIBAKAR HABIS , HUTANNYA DI TILANG HABIS , NYAWANYA TERANCAM DISIKSA KEMUDIAN DIBUNUH , HARTA KEKAYAANNYA DIRAMPOK HABIS2AN , MEREKA TIDAK BINASAKAN DIA KARENA SANGAT CANTIK MAKA SEMUA COWOK BERDATANGAN DARI BERBEDAH TEMPAT KEMUDIAN PERKOSA DIA RAME2 & HARTANYA DIRAMPAS KEMUDIAN DIA MENJADI SUNDAL & KECANTIKAN PUN HILANG , TUHAN KASIHANI NEGERIKU INI DARI TANGAN IBLIS .

Selasa, 10 Agustus 2010

Papua Masih Alami Diskriminasi , Sejak Dulu Hingga Kini Belum Habis

Thursday , 10 / 08 / 2010


JAYAPURA [PAPOS] - Anggota DPR RI asal Papua Diaz Gwijangge menilai, selama ini Papua masih mengalami diskriminasi dalam bidang politik, keadilan dan sosial-kebudayaan, terutama pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dalam proses perencanaan dan implementasi program-program strategis Papua kurang mendapat perhatian serius dibandingkan Jawa.
“Jika mau jujur hal ini bukan saja dialami Papua tetapi juga provinsi-provinsi lain di kawasan timur. Masalah inilah yang semakin memupuk rasa ketidakadilan rakyat terhadap NKRI,” ujar anggota DPR RI Diaz Gwijangge melalui email yang dikirim ke Papua Pos, Senin (18/1).
Dibidang keadilan, nampak jelas bahwa belum adanya penyelesaian proses peradilan secara tuntas dalam bidang hak-hak asasi manusia (HAM). Papua juga masih mengalami diskriminasi dalam bidang kebudayaan. ‘’Oleh karena itu, pemerintah harus tanggap terhadap aspirasi dialog yang di suarakan melalui Kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Buku “ROAD MAP” dan Hasil Kunjungan Kerja Komisi I DPR RI serta orientasi pembangunan Papua harus berfokus pada perbaikan pelayanan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat. Akses pendidikan anak-anak usia sekolah yang tinggal di pedalaman Papua benar-benar masih menjadi barang langka,” kata Diaz, yang juga anggota Komisi X.
Kekerasan yang kerap terjadi di sejumlah wilayah Papua belakangan, ujar politisi Partai Demokrat ini merupakan salah satu bukti masih adanya problematika ketertinggalan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sekonomi rakyat. ‘’Jadi, sudah saatnya pemerintah menunjukkan kesungguhan dan komitmen keberpihakannya dalam memberdayakan masyarakat sehingga mereka keluar dari cengkremanan ketertinggalan itu. Ya, menurut saya tak ada pilihan lain jika mau menghargai masyarakat Papua bagian NKRI,” tandasnya.
Menurut Diaz, kekayaan alam Papua luar biasa besar dan memberikan kontribusi yang besar pula bagi negara. Sayang, masyarakatnya masih dalam belitan kemiskinan dan keterpurukan isolasi fisik.
Wakil Ketua Koordinator Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta pemerintah tidak membuang waktu lagi dalam menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Papua. Menurut Haris, menyelamatkan NKRI di Papua hanya dapat dilakukan bila pemerintah membuka lebar-lebar pintu dialog dengan masyarakat. Bukan dengan menggunakan pendekatan keamanan yang represif dan berbau teror.
"Dalam situasi seperti sekarang, di mana kekerasan masih terjadi, akses terhadap fasilitas publik masih minim, dan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat masih rendah, saya pikir ada suatu situasi yang tidak seimbang antara pemerintah dan masyarakat. Bagaimana dialog kalau masyarakat masih dalam keadaan sulit dan tidak berpendidikan," ujar Haris saat berlangsung Refleksi Perlindungan HAM di Papua Tahun 2009 di Jakarta, Minggu, (17/1).
Pihaknya menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan keterlibatan orang Papua, terutama korban konflik, dalam berbagai dialog yang dikembangkan untuk membangun Papua. Pada bagian lain, jelas Diaz, sekalipun Otonomi Khusus (Otsus) sudah berjalan, namun belum nampak perubahan signifikan. Pembangunan Papua, terkesan berjalan di tempat. ”Semua orang tahu. Dana otsus berkisar antara Rp. 1,3 – 1,5 triliun setiap tahun. Sayangnya, dana sebesar itu nampaknya belum menyentuh sasaran terutama di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan rakyat, dan lain-lain,” ujar Diaz. [bela]
http://www.papuapos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3502:papua-masih-alami-diskriminasi&catid=1:berita-utama

JAYAPURA [PAPOS]
- Anggota DPR RI asal Papua Diaz Gwijangge menilai, selama ini Papua masih mengalami diskriminasi dalam bidang politik, keadilan dan sosial-kebudayaan, terutama pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dalam proses perencanaan dan implementasi program-program strategis Papua kurang mendapat perhatian serius dibandingkan Jawa.
“Jika mau jujur hal ini bukan saja dialami Papua tetapi juga provinsi-provinsi lain di kawasan timur. Masalah inilah yang semakin memupuk rasa ketidakadilan rakyat terhadap NKRI,” ujar anggota DPR RI Diaz Gwijangge melalui email yang dikirim ke Papua Pos, Senin (18/1).
Dibidang keadilan, nampak jelas bahwa belum adanya penyelesaian proses peradilan secara tuntas dalam bidang hak-hak asasi manusia (HAM). Papua juga masih mengalami diskriminasi dalam bidang kebudayaan. ‘’Oleh karena itu, pemerintah harus tanggap terhadap aspirasi dialog yang di suarakan melalui Kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Buku “ROAD MAP” dan Hasil Kunjungan Kerja Komisi I DPR RI serta orientasi pembangunan Papua harus berfokus pada perbaikan pelayanan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat. Akses pendidikan anak-anak usia sekolah yang tinggal di pedalaman Papua benar-benar masih menjadi barang langka,” kata Diaz, yang juga anggota Komisi X.
Kekerasan yang kerap terjadi di sejumlah wilayah Papua belakangan, ujar politisi Partai Demokrat ini merupakan salah satu bukti masih adanya problematika ketertinggalan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sekonomi rakyat. ‘’Jadi, sudah saatnya pemerintah menunjukkan kesungguhan dan komitmen keberpihakannya dalam memberdayakan masyarakat sehingga mereka keluar dari cengkremanan ketertinggalan itu. Ya, menurut saya tak ada pilihan lain jika mau menghargai masyarakat Papua bagian NKRI,” tandasnya.
Menurut Diaz, kekayaan alam Papua luar biasa besar dan memberikan kontribusi yang besar pula bagi negara. Sayang, masyarakatnya masih dalam belitan kemiskinan dan keterpurukan isolasi fisik.
Wakil Ketua Koordinator Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta pemerintah tidak membuang waktu lagi dalam menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Papua. Menurut Haris, menyelamatkan NKRI di Papua hanya dapat dilakukan bila pemerintah membuka lebar-lebar pintu dialog dengan masyarakat. Bukan dengan menggunakan pendekatan keamanan yang represif dan berbau teror.
"Dalam situasi seperti sekarang, di mana kekerasan masih terjadi, akses terhadap fasilitas publik masih minim, dan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat masih rendah, saya pikir ada suatu situasi yang tidak seimbang antara pemerintah dan masyarakat. Bagaimana dialog kalau masyarakat masih dalam keadaan sulit dan tidak berpendidikan," ujar Haris saat berlangsung Refleksi Perlindungan HAM di Papua Tahun 2009 di Jakarta, Minggu, (17/1).
Pihaknya menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan keterlibatan orang Papua, terutama korban konflik, dalam berbagai dialog yang dikembangkan untuk membangun Papua. Pada bagian lain, jelas Diaz, sekalipun Otonomi Khusus (Otsus) sudah berjalan, namun belum nampak perubahan signifikan. Pembangunan Papua, terkesan berjalan di tempat. ”Semua orang tahu. Dana otsus berkisar antara Rp. 1,3 – 1,5 triliun setiap tahun. Sayangnya, dana sebesar itu nampaknya belum menyentuh sasaran terutama di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan rakyat, dan lain-lain,” ujar Diaz. [bela]
http://www.papuapos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3502:papua-masih-alami-diskriminasi&catid=1:berita-utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar