TANGISAN SEORANG CEWEK CANTIK DIATAS TULANG PELULANG NAMANYA ( KWELEB/ CENDERAWASIH )

TANGISAN SEORANG CEWEK CANTIK DIATAS TULANG PELULANG NAMANYA ( KWELEB/ CENDERAWASIH )
SEORANG CEWEK CANTIK DUDUK MENANGIS KARENA KEHILANGAN ORANG , KELUARGA / TEMAN KESAYANGANYA HILANG PAKSA OLEH ORANG2 BIADAB YANG TIDAK BERMORAL YANG DATANG MENYISIR PAKSA & HILANGKAN NYAWA , KARENA BERBICARA KEBENARAN , SUNGGUH SANGAT GUSAR PERBUATANYA , KEBUNNYA DIRUSAK , HONAINYA DIBAKAR HABIS , HUTANNYA DI TILANG HABIS , NYAWANYA TERANCAM DISIKSA KEMUDIAN DIBUNUH , HARTA KEKAYAANNYA DIRAMPOK HABIS2AN , MEREKA TIDAK BINASAKAN DIA KARENA SANGAT CANTIK MAKA SEMUA COWOK BERDATANGAN DARI BERBEDAH TEMPAT KEMUDIAN PERKOSA DIA RAME2 & HARTANYA DIRAMPAS KEMUDIAN DIA MENJADI SUNDAL & KECANTIKAN PUN HILANG , TUHAN KASIHANI NEGERIKU INI DARI TANGAN IBLIS .

Senin, 09 Agustus 2010

KAPOLDA MASIH BELIHARA VIRUS KORUPSI AHMAD ATTARI

[BERITA-PAPUA],- Pieter Ell SH, yang menjadi kuasa hukum Ahmad Hatari yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengelolaan dana otsus di Sorong Selatan, nilai keputusan Polda Papua menjadikan Hatari sebagai tersangka kasus proyek jalan fiktif Rp 1,9 Miliar di Sorong Selatan sangat premateur.

”Berdasarkan bukti-bukti yang ada, beliau sama skali tidak terlibat. Secara administrasi kasus ini tidak ada masalah,” tandas Pieter Ell Kepada wartawan, Rabu siang [3/3] di kantornya di Padang Bulan Abepura Jayapura.

Semestinya, menurut Pieter Ell para SKPD di Dinas Pekerjaan Umum Sorong Selatan menjadi tersangka, karena merekalah sebagai pengguna keuangan.”Semua persoalan di lapangan SKPD yang tahu, sedangkan dananya memang lewat Biro Keuangan Pemprov Papua,” kata pengacara flamboyan ini.

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Papua, Drs. Ahmad Hatari masih bisa bernafas lega.

Sebagaimana dibeberkan jajaran Polda Papua, Ahmad Hatari pada proyek fiktif ini adalah masalah pencairan dana yang tidak sesuai dengan Kepres No 80/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, dimana proses pembayaran proyek dilakukan hanya sekali padahal semestinya dibayar per termin.

Kemudian kegiatan proyek fiktif tersebut tanpa melalui proses pelelangan [tender] dan Kepala BPKAD provinsi Papua masih melakukan pencairan dananya. Kemudian ada pemalsuan tandatangan Bupati Sorong Selatan sebagaimana rentetan peristiwa tersebut.*[mh imran]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar